INDIKASI PRESIDENSIALISME KOMPROMIS DI ERA PEMERINTAHAN SBY
Pemerintahan SBY merupakan laboratorium
politik yang menerapkan sistem presidensial secara murni di Indonesia. Pemerintahan
ini merupakan produk sebuah pemilu yang demokratis di Indonesia, karena
menerapkan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh
rakyat. Hal ini juga sebagai bagian dari pelembagaan sistem presidensial secara
murni. Sistem presidensial murni yang diterapkan ditengah-tengah realitas
politik sistem multipartai dengan karakteristik munculnya koalisi partai
politik sebagai akibat terfragmentasinya kekuatan politik di parlemen.
Hanta Yuda didalam bukunya “Presidensialisme
Setengah Hati” menyatakan bahwa, sistem presidensial murni ini ternyata
terpaksa berkompromi dengan segala aspek dan realitas politik yang menyertai
kondisi multipartai di Indonesia. Kompromi-kompromi ini terlihat pada pola relasi
presiden dan partai politik, relasi
presiden dan parlemen, konfigurasi koalisi di parlemen (kompromi eksternal). Pola
relasi presiden dan wakil presiden, relasi presiden dan para mentri, serta
komposisi kabinet (Kompromi Internal).
Tipologi impelentasi perpaduan sistem
presidensial dan multipartai pragmatis (presidensial kompromis) di era presiden
SBY dapat dilihat dari kompromi-kompromi yang terjadi dalam struktur kekuasaan
secara eksternal (kompromi eksternal) dan Internal (Kompromi Internal). Lebih lanjut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanta Yuda menyimpulkan bahwa, perpaduan sistem presidensial dan multipartai pragmatis
(presidensial kompromis) di era
presiden SBY masuk dalam kategori presidensialisme setengah hati (soft presidentialism weak president).
Setidaknya ada beberapa aspek Menurut Hanta
Yuda yang mengindikasikan presidensialisme kompromis (baik kompromi eksternal
maupun internal) di era presiden SBY. Untuk indikasi kompromi eksternal ada 4
aspek kompromi dalam struktur kekuasaan eksternal (relasi kekuasaan presiden
dengan DPR dan partai politik) di era presiden SBY, yang dapat memperkuat tesis
tersebut adalah:
- Tingginya kompromi dalam menentukan kebijakan (termasuk penentuan kebijakan menaikkan harga BBM), dan tingginya kompromi dalam pembentukan dan perombakan kabinet.
- Rapuhnya ikatan koalisi partai. Meskipun kekuatan koalisi partai pendukung pemerintahan SBY di DPR secara kuantitas besar, namun koalisi yang dibangun sangat cair dan rapuh. Koalisi yang dibangun pemerintah bukanlah koalisi yang permanen, tetapi sebuah koalisi pragmatis yang sangat rapuh. (terbukti dengan pecah kongsi koalisi partai di parlemen misalnya, penentuan keputusan untuk kasus century dan wacana menaikan harga BBM).
- Kontrol DPR terhadap pemerintah terkesan berlebihan (kebablasan) cenderung mengganggu efektifitas pemerintahan. Kuantitas kekuatan koalisi partai politik pendukung pemerintah memang besar, tetapi tidak menjamin DPR akan selalu mendukung kebijakan pemerintah.
- Perjalanan pemerintahan SBY dibayangi ancaman impeachment dari DPR. Posisi presiden sangat rentan dimakzulkan karena alasan politis atau disebabkan karena alasan kebijakan pemerintah yang ditentang DPR.
Hanta Yuda juga menemukan
presidensialisme kompromis dalam struktur kekuasaan Internal (kompromi
internal) presiden SBY. Kompromi-kompromi internal tersebut antara lain:
- Hak prerogatif presiden tereduksi, teutama hak prerogratif dalam menyusun kabinet. Tereduksinya hak prerogatif presiden ini merupakan akibat dari kuatnya intervensi partai politik yang didukung personalitas dan gaya kepemimpinan SBY yang akomodatif.
- Kabinet profesional (zaken kabinet) sulit di lakukan, sebaliknya kabinet koalisi sulit dihindari.
- Adanya dualisme loyalitas (split loyalty) mentri dari unsur partai politik. Yaitu proses pengangkatan mentri cenderung atas pertimbangan akomodasi presiden terhadap rekomendasi partai politik ketimbang atas dasar kompetensi dan profesionalisme.
Berdasarkan temuan Hanta Yuda terkait
dengan kompromi-kompromi eksternal maupun internal di era pemerintahan SBY
tersebut secara jelas menunjukkan bahwa, implementasi presidensialisme di era
pemerintahan SBY mengalami reduksi. Prinsip-prinsip sistem presidensial tidak
diterapkan secara ideal melainkan hanya setengah hati. Perpaduan-perpaduan
presidensialisme dan multipartai pragmatis (presidensialisme
kompromis) di era pemerintahan SBY menguatkan pandangan bahwa, pemerintahan
SBY termasuk kategori presidensialisme setengah hati (soft presidentialism weak president).
Daftar
Pustaka
Hanta Yuda AR, 2010, Presidensialisme Setengah hati (dari Dilema ke Kompromi), PT
Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.
0 comments