STATUS HUKUM KETETAPAN MPRS DAN KETETAPAN MPR RI PASCA PERUBAHAN UUD 1945
Salah satu perubahan penting pasca amandemen UUD 1945 adalah perubahan terhadap Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Berbeda dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan yang menyatakan bahwa, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Perubahan tersebut membawa implikasi mendasar terhadap
kedudukan, tugas, dan wewenang MPR yang sering menghadirkan kesalahpahaman
terhadap MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan
sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya, yaitu:
Lembaga Kepresidenan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan
Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
Berubahnya kedudukan lembaga MPR tersebut juga berimplikasi
kepada pergeseran tugas dan wewenang MPR. Pergeseran tugas dan wewenang MPR
tersebut secara langsung mempengaruhi pula terhadap produk-produk peraturan
yang dihasilkan, terutama ketetapan MPR (TAP MPR). Sehingga
semua ketetapan baik itu TAP MPRS maupun TAP MPR yang di keluarkan sejak tahun
1960-2002 harus ditinjau status hukumnya.
Oleh karena itu, Pasal I Aturan Tambahan UUD
1945 memberikan tugas kepada MPR agar mengeluarkan suatu putusan untuk meninjau status hukum TAP
MPRS maupun TAP MPR yang di keluarkan sejak tahun 1960 2002. Untuk
menindaklanjuti pasal I Aturan Tambahan UUD 1945 tersebut, MPR telah
mengeluarkan TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap
Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan TAP MPR RI tahun 1960-2002. TAP yang biasa
kita sebut sebagai sunset close ini adalah, amanat aturan pasal I tambahan
UUD 1945 dimana MPR sejak tahun 1960-2002 memiliki 139 TAP MPRS dan TAP MPR.
Dari 139 TAP tersebut diklasifikasikan dalam 6 kelompok, yaitu sebagai
berikut:
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yang terdiri dari 8 (delapan) TAP,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan yang terdiri dari 3 (tiga) TAP,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004 yang terdiri dari 8 (delapan) TAP,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang yang terdiri dari 11 (sebelas) TAP,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun 2004 yang terdiri dari 6 (enam) TAP,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan yang terdiri dari 104 TAP. “Namun saat ini dari 139 TAP, masih ada 13 TAP yang masih berlaku, yaitu 3 TAP yang masuk klasifikasi pasal 2 dan 10 Tap yang masuk klasifikasi pasal 4 TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003".
Selanjutnya
TAP MPRS maupun TAP MPR yang di keluarkan sejak tahun 1960-2002 tersebut
diatas, menurut sifatnya mempunyai ciri-ciri yang berbeda, dan dapat ditemukan
beberapa jenis materi yang termuat didalamnya, dengan pengelompokan sebagai
berikut:
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat mengatur sekaligus memberikan tugas kepada Presiden,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat penetapan (beschikking),
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat mengatur kedalam (interne regelingen),
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat deklaratif,
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat rekomendasi, dan
- TAP MPRS dan TAP MPR RI yang bersifat perundang-undangan.
Pada intinya TAP MPR RI Nomor
I/MPR/2003 ini menjelaskan tentang bagaimana materi hukum dan status hukum dari
semua TAP yang pernah ada. karena memang masih ada beberapa TAP yang masih
berlaku, contoh salah satunya dari TAP itu adalah TAP yang melarang ajaran
komunisme, leninisme, marxisme, dan PKI organisasi terlarang; dan ada
juga sejumlah TAP yang masih berlaku dan keberlakuaannya itu ada sampai terbentuknya
lahirnya undang-undang baru yang mengakomodasi isi TAP tersebut.
Dan ketika merujuk pada hirarki
peraturan perundang-undangan yang dijelaskan dalam UU. No. 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan bahwa, TAP tidak
masuk dalam hirarki perundang-undangan. Sehingga hirarkinya adalah, UUD 1945,
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah. “TAP
tidak masuk ke dalam hierarki karena MPR tidak lagi memiliki kewenangan
mengeluarkan TAP”.
Untuk mengatasi kebingungan dalam
masalah hierarki peraturan perundang-undangan, maka UU. No 10 Tahun 2004
direvisi dengan UU. No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-Undangan. Revisi ini membuat TAP masuk kembali dalam peraturan
perundang-undangan. Sehingga hierarkinya menjadi, UUD 1945, Ketetapan MPR,
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah.
Meski demikian UU No 12 Tahun 2011 ini tidak akan membuat MPR
mengeluarkan tap baru, namun bertujuan untuk menjaga status hukum dari
tap yang sudah ada dan yang masih berlaku.
M. Lutfi
Chakim
Mahasiswa
FH-UMM
0 comments