AFPERSING DAN AFDREIGING
Artikel terbaru saya tentang, "Afpersing dan Afdreiging" telah terbit di Rubrik Kamus Hukum Majalah Konstitusi edisi No. 124 Juni 2017
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai
sebuah tindak pidana (strafbaar feit) apabila oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana, sebagaimana telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun tindak pidana khusus yang diatur secara khusus pada undang-undang
khusus. Salah satu Tindak pidana yang diatur dalam KUHP yaitu pemerasan
dan pengancaman (afpersing dan afdreiging) yang dewasa ini menjadi fenomena kejahatan yang jumlahnya semakin
meningkat baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial.
Pengertian tindak pidana pemerasan dan
pengancaman atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai afpersing dan afdreiging menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu pemerasan diartikan sebagai tindakan
untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya
dari orang lain, meminta uang dan sebagainya dengan ancaman, sedangkan
pengancaman yaitu tindakan menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan
sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain.
Pengaturan terkait
pemerasan
dan pengancaman sesunggunya
telah diatur dalam KUHP dan beberapa Undang-Undang lain yang juga memuat
ketentuan pemerasan dan pengancaman dalam beberapa pasalnya. Dalam KUHP, ketentuan
mengenai pemerasan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 368
ayat (1) KUHP, pemerasan yang diperberat diatur Pasal 368 ayat (2) KUHP,
sedangkan pengancaman pokok diatur dalam Pasal 369 KUHP dan
pengancaman dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 370 KUHP. Kedua macam
tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan
bertujuan untuk mengancam orang lain, sehingga tindak pidana ini diatur dalam
bab yang sama yaitu Bab XXIII KUHP.
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal (1981) menyatakan, “perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP
sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya: (1) Memaksa orang lain; (2) Untuk memberikan barang yang sama sekali
atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain,
atau membuat utang atau menghapuskan piutang; (3) Dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hak; dan (4) Memaksanya dengan memakai
kekerasan atau ancaman kekerasan.”
Adapun persamaan dan perbedaan antara tindak
pidana pemerasan dan pengancaman menurut Mukhlis, Tarmizi, dan Ainal Hadi dalam
buku Hukum Pidana (2009:238), yaitu
persamaanya terletak pada, “(1) perbuatan
materiilnya masing-masing berupa memaksa; 2) perbuatan memaksa ditujukan pada:
orang tertentu; 3) tujuan yang sekaligus merupakan akibat dari perbuatan;
memaksa: agar orang menyerahkan benda, memberi hutang dan atau menghapuskan
piutang; 4) unsur kesalahan masing-masing berupa maksud yang ditujukan pada
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Sedangkan
perbedaannya, (1) cara-cara digunakan
dalam melaksanakan perbuatan materiilnya, yaitu: a. pada pemerasan, dengan
menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan; b. pada pengancaman, dengan
menggunakan ancaman pencemaran dan akan membuka rahasia. (2) pemerasan
merupakan tindak pidana biasa. Pengancaman merupakan tindak pidana aduan absolute; (3) mengenai ancaman
pidananya.”
Kemudian perlu diingat, bahwa tindak pidana pemerasan
dan pengancaman sebagai mana diatur dalam Pasal Pasal 368 dan
Pasal 369 KUHP merupakan delik aduan, artinya tindak pidana tersebut harus
diadukan oleh orang yang merasa dirugikan.
Di samping itu, terdapat Undang-Undang lain
yang juga mengatur terkait larangan melakukan tindakan pemerasan dan
pengancaman yang dilakukan melalui media
elektronik, pelaku pengancaman melalui
media elektronik dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal
27 ayat (4), Pasal 29,
dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan
diaturnya pidana bagi pelaku pengancaman dalam UU ITE merupakan hal yang
penting dalam menyikapi dan menanggulangi maraknya cybercrime di era digital seperti saat ini.
Di era digital saat ini, perkembangan
teknologi informasi juga memiliki dampak negatif terhadap peningkatan tindak
pidana pengancaman yang dilakukan melalui media sosial. Pada prinsipnya perbuatan
pengancaman melalui media sosial sama dengan pengancaman yang dilakukan secara langsung,
adapun yang membedakan hanya terletak pada alat yang digunakan yaitu melalui internet
atau sosial media sebagai sarana yang mudah untuk melakukan pemerasan dan
pengancaman.
Bahkan dewasa ini kerap terjadi perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah
warga yang kemudian diancam, disakiti, atau ditumpas atau disebut juga tindakan
persekusi. Terhadap pelaku atau kelompok
yang melakukan tindakan persekusi dapat dikenai pasal dalam KUHP, seperti
pengancaman Pasal 368 KUHP.
Berdasarkan
penjelasan di atas, tindak pidana pemerasan dan pengancaman mempunyai efek yang
negatif bagi masyarakat, sehingga setiap perbuatan pemerasan
dan pengancaman baik secara langsung maupun melalui media sosial dapat dipidana
berdasarkan hukum di Indonesia.
M LUTFI CHAKIM
0 comments