Latest Posts

AFPERSING DAN AFDREIGING

By 1:58:00 AM



Artikel terbaru saya tentang, "Afpersing dan Afdreiging" telah terbit di Rubrik Kamus Hukum Majalah Konstitusi edisi No. 124 Juni 2017

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai sebuah tindak pidana (strafbaar feit) apabila oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun tindak pidana khusus yang diatur secara khusus pada undang-undang khusus. Salah satu Tindak pidana yang diatur dalam KUHP yaitu pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging) yang dewasa ini menjadi fenomena kejahatan yang jumlahnya semakin meningkat baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial.
Pengertian tindak pidana pemerasan dan pengancaman atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai afpersing dan afdreiging menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu pemerasan diartikan sebagai tindakan untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya dari orang lain, meminta uang dan sebagainya dengan ancaman, sedangkan pengancaman yaitu tindakan menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain.
Pengaturan terkait pemerasan dan pengancaman sesunggunya telah diatur dalam KUHP dan beberapa Undang-Undang lain yang juga memuat ketentuan pemerasan dan pengancaman dalam beberapa pasalnya. Dalam KUHP, ketentuan mengenai pemerasan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, pemerasan yang diperberat diatur Pasal 368 ayat (2) KUHP, sedangkan pengancaman pokok diatur dalam Pasal 369 KUHP dan pengancaman dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 370 KUHP. Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan bertujuan untuk mengancam orang lain, sehingga tindak pidana ini diatur dalam bab yang sama yaitu Bab XXIII KUHP.
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal (1981) menyatakan, “perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya: (1)  Memaksa orang lain; (2)  Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; (3)  Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; dan (4) Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.”
Adapun persamaan dan perbedaan antara tindak pidana pemerasan dan pengancaman menurut Mukhlis, Tarmizi, dan Ainal Hadi dalam buku Hukum Pidana (2009:238), yaitu persamaanya terletak pada, “(1) perbuatan materiilnya masing-masing berupa memaksa; 2) perbuatan memaksa ditujukan pada: orang tertentu; 3) tujuan yang sekaligus merupakan akibat dari perbuatan; memaksa: agar orang menyerahkan benda, memberi hutang dan atau menghapuskan piutang; 4) unsur kesalahan masing-masing berupa maksud yang ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Sedangkan perbedaannya, (1) cara-cara digunakan dalam melaksanakan perbuatan materiilnya, yaitu: a. pada pemerasan, dengan menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan; b. pada pengancaman, dengan menggunakan ancaman pencemaran dan akan membuka rahasia. (2) pemerasan merupakan tindak pidana biasa. Pengancaman merupakan tindak pidana aduan absolute; (3) mengenai ancaman pidananya.”
Kemudian perlu diingat, bahwa tindak pidana pemerasan dan pengancaman sebagai mana diatur dalam Pasal Pasal 368 dan Pasal 369 KUHP merupakan delik aduan, artinya tindak pidana tersebut harus diadukan oleh orang yang merasa dirugikan.
Di samping itu, terdapat Undang-Undang lain yang juga mengatur terkait larangan melakukan tindakan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan melalui media elektronik, pelaku pengancaman melalui media elektronik dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4), Pasal 29, dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan diaturnya pidana bagi pelaku pengancaman dalam UU ITE merupakan hal yang penting dalam menyikapi dan menanggulangi maraknya cybercrime di era digital seperti saat ini.
Di era digital saat ini, perkembangan teknologi informasi juga memiliki dampak negatif terhadap peningkatan tindak pidana pengancaman yang dilakukan melalui media sosial. Pada prinsipnya perbuatan pengancaman melalui media sosial sama dengan pengancaman yang dilakukan secara langsung, adapun yang membedakan hanya terletak pada alat yang digunakan yaitu melalui internet atau sosial media sebagai sarana yang mudah untuk melakukan pemerasan dan pengancaman.
Bahkan dewasa ini kerap terjadi perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga yang kemudian diancam, disakiti, atau ditumpas atau disebut juga tindakan persekusi. Terhadap pelaku atau kelompok yang melakukan tindakan persekusi dapat dikenai pasal dalam KUHP, seperti pengancaman Pasal 368 KUHP.
Berdasarkan penjelasan di atas, tindak pidana pemerasan dan pengancaman mempunyai efek yang negatif bagi masyarakat, sehingga setiap perbuatan pemerasan dan pengancaman baik secara langsung maupun melalui media sosial dapat dipidana berdasarkan hukum di Indonesia.


M LUTFI CHAKIM

You Might Also Like

0 comments