CONTRARIUS ACTUS
Artikel terbaru saya tentang, "Contrarius Actus" telah terbit di Rubrik Kamus Hukum Majalah Konstitusi edisi No. 126 Agustus 2017. Selengkapnya dapat dibaca versi online disini!
Pada tanggal 10 Juli 2017 lalu
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor
2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang kemudian sempat menjadi perbincangan di
masyarakat, salah satu dasar pertimbangan pemerintah dalam menerbitkan Perppu
Ormas adalah penggunaan asas contrarius actus, sebagaimana
tercantum dalam konsideran menimbang huruf e Perppu Ormas yang menyatakan, “bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan belum menganut asas contrarius actus sehingga
tidak efektif untuk menerapkan sanksi terhadap organisasi kemasyarakatan yang
menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Asas contrarius
actus berasal dari bahasa Latin yang artinya tindakan yang yang dilakukan
oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan
keputusan tata usaha negara dengan sendirinya (otomatis)
badan/pejabat tata usaha yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk
membatalkannya.
Asas contrarius
actus atau dapat disebut juga sebagai consensus
contrarius (tindakan sebaliknya, hukum yang bertentangan) merupakan istilah
yuridis, dimana menunjukkan terhadap tindakan sebelumnya (actus primus) yang dibatalkan atau dihapuskan. Contrarius actus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan actus primus. Sebagai contoh,
undang-undang hanya dapat diubah atau dicabut dengan tindakan hukum lain,
tindakan administratif hanya dapat dibatalkan oleh tindakan administratif lain,
dan transaksi hukum hanya dapat diubah dengan transaksi legal lainnya, misalnya
perjanjian kontrak dapat dicabut melalui kontrak pencabutan.
Menurut Philipus M. Hadjon
dan Tatiek Sri Djatmiati, dalam buku Argumentasi Hukum (2009) menyatakan
bahwa asas contrarius actus dalam
hukum administrasi negara adalah asas yang menyatakan badan atau pejabat tata
usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya
juga berwenang untuk membatalkannya. Asas ini berlaku meskipun dalam keputusan
tata usaha negara tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim: Apabila
dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kehilafan maka keputusan ini akan
ditinjau kembali.
Pada praktiknya, apabila sebuah keputusan tata usaha
negara terdapat kekeliruan administratif atau cacat yuridis yang berhak
mencabut suatu keputusan tata usaha negara adalah pejabat/instansi yang
mengeluarkan keputusan tata usaha negara itu sendiri dan
dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang lebih tinggi. Disamping
itu, dalam proses pencabutan sebuah keputusan tata usaha negara juga harus
memperhatikan asas dan ketentuan yang berlaku, kecuali Undang-Undang dengan
tegas melarang untuk mencabutnya.
Mengenai adanya polemik
terhadap penerbitan Perppu Ormas, hal tersebut kemudian dimohonkan pengujian ke
Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah ormas. Salah satu alasan Pemohon adalah
berkenaan dengan penerapan asas contrarius actus sebgaimana tercantum
dalam konsideran menimbang huruf e Perpu Ormas yang pada pokoknya Pemohon
berargumentasi bahwa penerapan asas contrarius
actus meniadakan prosedur pencabutan status badan hukum ormas
melalui pengadilan. Adapun saat ini proses pengujian Perppu Ormas sudah
memasuki tahap persidangan di Mahkamah Konstitusi.
M LUTFI CHAKIM
0 comments