Latest Posts

PEMBATALAN HASIL PEMILIHAN PRESIDEN KENYA OLEH MAHKAMAH AGUNG

By 6:03:00 PM


Opini terbaru saya tentang, "Pembatalan Hasil Pemilihan Presiden Kenya oleh Mahkamah Agung" berikut ini telah terbit di Majalah Konstitusi edisi No. 127 September 2017. Selengkapnya dapat dibaca versi online disini!


Negara Republik Kenya baru saja mengadakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada hari Selasa, 8 Agustus 2017. Pilpres tersebut adalah yang kedua kalinya dilaksanakan sejak disahkannya konstitusi baru Kenya pada Agustus 2010. Dalam pemilihan Presiden Kenya kali ini, terdapat dua Calon Presiden (Capres), yaitu Uhuru Kenyatta yang saat ini sedang menjabat (incumbent) yang merupakan anggota Partai Yobel dan Raila Odinga seorang mantan Perdana Menteri yang merupakan oposisi dari Partai National Super Alliance (NASA).
Pilpres Kenya diikuti oleh semua lapisan masyarakat Kenya, dimana masyarakat dapat menyampaikan hak pilihnyadi tempat pemungutan suara (TPS) yang disediakan di seluruh wilayah Kenyadan dilakukan dengan bebas dan adilberdasarkan Konstitusi Kenya. Article 136 The Constitution of Kenya mengatur mengenai Pemilihan Presiden Kenya, ayat (1) menyatakan,  The President shall be elected by registered voters in a national election conducted in accordance with this Constitution and any Act of Parliament regulating presidential elections.” Ketentuan tersebut pada pokoknya menentukan bahwa Presiden Kenya dipilih oleh pemilih yang terdaftar dalam sebuah pemilihan nasional yang dilakukan sesuai dengan Konstitusi ini dansetiap UU DPR yang mengatur pemilihan presiden.
Prosedur pelaksanaan Pilpres Kenya juga telah diatur dalam Konstitusi Kenya, Article 138 ayat (1) sampai dengan (10) yang pada pokoknya menyatakan,seorang kandidat dinyatakan terpilih sebagai Presiden jika calon tersebut memperoleh: a) lebih dari separuh dari semua suara yang diputar dalam pemilihan; dan b) setidaknya dua puluh lima persen suara di masing-masing lebih dari separuh daerah. Dalam tujuh hari setelah pemilihan presiden, ketua Komisi Independen Pemilihan dan Batas harus: a) menyatakan hasil pemilihan; danb)menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang hasilnya kepada Hakim Ketua dan Presiden yang sedang menjabat.
Komisi Pemilihan Umum Republik Kenya telah memutuskan hasil perolehan suara Pilpres, yaitu Capres yang memperoleh suara terbanyak dan menjadi pemenang pada Pemilihan Presiden Kenya adalah Uhuru Kenyatta dengan mendapatkan 54% suara mengalahkan pemimpin oposisi Raila Odinga. Sebagai pihak yang kalah, Raila Odinga mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum telah berlaku "curang" dengan mengklaim bahwa sistem pemilihan elektronik diretas sebagai cara untuk memastikan hasilnya sesuai dengan perolehan suara Kenyatta.
Upaya yang dilakukan oleh Odinga untuk memprotes atas hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kenya yaitu dengan mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Agung Kenya agar memeriksa setiap tahapan dalam pelaksanaan Pilpres tersebut.

Putusan Mahkamah Agung
Dalam persidangan di Mahkamah Agung, Pemohon Raila Odinga menyatakan bahwa pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2017 melanggar prinsip Pemilu yang bebas dan adil serta proses pemilihan yang diatur dalam Konstitusi, undang-undang, peraturan Pemilu dan pemilih melakukan kesalahan dalam pemungutan suara, hal tersebut dibuktikan dengan adanya fakta penyimpangan dan ketidakjujuran yang secara signifikan mempengaruhi hasil pemilihan, adanya praktik korupsi, dan kegagalan dalam keseluruhan proses pemilihan.
Setelah dikakukan proses pemeriksaan dalam persidangan, Mahkamah Agung Kenya pada hari Jumat, 1 September 2017 memutuskan bahwa hasil perolehan suara Pilpres yang memenangkan Uhuru Kenyatta dibatalkan dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk dilakukan pemungutan suara ulang dalam waktu 60 hari, dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Pilpres Kenya tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Putusan Mahkamah Agung Kenya tanggal 1 September 2017 tersebut di atas tidak diputus dalam keadaan bulat, didukung oleh empat dari enam hakim Mahkamah Agung. Adapun dua Hakim Agung yang mengajukan perbedaan pendapat (dissenting opinion) adalah Jackton Ojwang dan Njoki Ndung'u, yang pada pokoknya berpendapat bahwa dalam proses Pilpres Kenya tidak terbukti ada penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja dan itikad buruk.
Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Agung Kenya, hal itu ditanggapi secara berbeda oleh setiap Capres, Incumbent Kenyatta mengatakan bahwa dia secara pribadi tidak setuju dengan keputusan tersebut, namun tetap menerimanya, hal itu dilakukan untuk menjaga kedamaian dan demokrasi,sekaligus menyatakan siap untuk putaran kedua. Namun bagi Capres oposisi Raila Odinga, mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Agung tersebut sudah tepat dan sesuai dengan fakta yang terjadi dalam persidangan.
Perlu diketahui bahwa Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan hasil perolehan suara Pilpres Kenya adalah untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah demokratisasi di Afrika. Langkah pengadilan belum pernah terjadi sebelumnya di Kenya dan benua secara lebih luas. Secara global ada beberapa contoh Mahkamah yang membatalkan hasil perolehan suara Pilpres, Ukraina pada tahun 2004, Maladewa pada tahun 2014, dan Austria pada tahun 2016.

Independensi Lembaga Penyelenggara Pemilu dan Mahkamah Agung
Setelah diundangkannya Konstitusi baru Kenya di tahun 2010, telah diatur mengenai prosedur dalam pelaksanaan pemilu dan penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu dalam hal ini the Independent Electoral and Boundaries Commission (IEBC). Kemudian dalam hal terjadi sengketa pemilihan, Konstitusi jugatelah memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk menangani sengketa Pilpres. Oleh karena itu, komisi pemilihan Kenya dalam menyelenggarakan Pilpres harus sesuai dengan konstitusi. Dilain pihak, Mahkamah Agung Kenya juga harus memperkuat perannya sebagai lembaga peradilan yang dengan komitmen teguh untuk memastikan bahwa administrasi peradilan dilakukan secara efisien dan independen.
Hal tersebut penting dilakukan agar tidak terjadi lagi krisis yang melanda Kenya seperti yang terjadi setelah Pilpres Kenya pada bulan Desember 2007. Peristiwa tersebut dapat menjadi pengingat bahwa ketika penanganan sengketa Pemilu tidak dilakukan di lembaga peradilan, Warga Negara Kenya membayar harga yang sangat mahal yang menyebabkan bentrokan yang menewaskan lebih dari 1.000 orang, sekitar 50.000 lainnya mengungsi dan membawa negara ke krisis ekonomi.
Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemilu harus berdasarkan aturan hukum atau aturan konstitusi, di sinilah arti penting kehadiran lembaga peradilan yang independen untuk mengawal proses Pemilu dan memastikan bahwa pemilu dilaksanakan sesuai dengan konstitusi.

M LUTFI CHAKIM

You Might Also Like

0 comments