FRAKSI
Berikut artikel terbaru saya tentang, "Fraksi" telah terbit di Majalah Konstitusi edisi No. 134 April 2018
M LUTFI CHAKIM
Sistem
ketatanegaraan Indonesia mengalami berbagai perubahan sebagai konsekuensi atas
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945). Salah satu perubahan ketatanegaraan yang terjadi berdasarkan
perubahan UUD 1945 adalah terkait dengan eksistensi
dan peranan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semakin menguat
dibandingkan dengan pengaturan sebelum Perubahan UUD 1945. Penguatan
kelembagaan DPR turut pula mendongkrak penguatan Partai Politik, karena Partai
Politik merupakan lembaga aspirasi rakyat sekaligus sebagai konsekuensi dari
suatu sistem perwakilan dan demokrasi.
Menurut
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik menjelaskan bahwa, “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Sedangkan
fungsi Partai Politik menurut Miriam Budiarjo dalam buku Dasar-dasar Ilmu
Politik, 1983 yaitu, Partai Politik mempunyai fungsi sebagai sarana
komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, dan
sarana pengatur konflik (conflict
management).
Dalam pemilu, Partai
Politik merupakan peserta dalam suatu pemilu yang memilih Anggota DPR dan DPRD.
Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan, “Peserta pemilihan umum untuk
memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah partai politik”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa
penempatan seorang Anggota DPR adalah merupakan pemberian mandat dari sebuah
Partai Politik. Dengan kata lain “tanpa Partai Politik mustahil seseorang dapat
menjadi Anggota DPR”. Kemudian setiap Anggota DPR juga tergabung dalam “fraksi”
yang merupakan representasi dari eksistensi Partai Politik di DPR. Oleh karena
itu, terdapat konteks pertanggungjawaban antar keduanya, disatu sisi Anggota
DPR bertanggungjawab atas penegakan AD/ART Partai Politik dan disisi lain
Partai Politik memiliki tanggungjawab untuk melakukan kontrol terhadap kinerja
para anggotanya di DPR, dan bentuk kontrol (pertanggungjawaban Partai Politik)
tersebut adalah hak recall Partai
Politik.
Mengenai Fraksi (fraction
atau disebut parliamentary party) yaitu istilah yang digunakan untuk
mengacu pada perwakilan partai politik di dalam lembaga legislatif, parlemen,
dan juga berlaku di Dewan Kota (city council). Istilah fraksi awalnya
digunakan di Jerman, melalui terminology Fraktion, lalu berkembang pula
penggunaannya di Switzerland (Fraction/Fraktion/Frazione), di Austria
(disebut istilah Club) dan di Belanda (Fractie). Negara-negara
tersebut di atas umumnya memiliki sistem multi partai dan disiplin partai yang
kuat. Mereka mengorganisir parliamentary parties yaitu melalui wadah fraksi
sebagai cara untuk memperoleh dukungan keuangan dan personal yaitu bagi partai
politik dan anggota palemen dalam bergabung di komisi-komisi parlemen (parliamentary
committees). Dalam konteks disiplin partai, fraksi digunakan untuk
mengontrol “vote” para anggotanya di parlemen. (http://www.nationmaster.com, Fraction).
Para anggota parlemen diwajibkan untuk berhimpun dalam
wadah yang bernama fraksi. Secara umum, tugas fraksi antara lain: (1)
Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi
masing-masing; meningkatkan kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna
para anggota dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan
DPR/DPRD; (2) Menyampaikan pemandangan umum dan pendapat akhir pada setiap
pembahasan rancangan perundang-undangan; dan (3) Menerima dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Lebih
lanjut kedudukan dan tugas fraksi diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Peraturan
Tata Tertib DPR. Pasal 18 menjelaskan bahwa, “(1) Fraksi dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota; (2) Fraksi
dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara
dalam penentuan perolehan kursi DPR; (3) Fraksi dapat juga dibentuk oleh
gabungan dari 2 (dua) atau lebih partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2); (4)Setiap anggota harus menjadi anggota salah satu fraksi; (5) Fraksi
bertugas mengoordinasikan kegiatan anggotanya dalam melaksanakan tugas dan
wewenang DPR, dan meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan, dan efisiensi
kerja anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan
DPR; (6) Fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya dan melaporkan
kepada publik, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sidang; (7)
Pimpinan fraksi ditetapkan oleh fraksinya masing-masing; dan (8) Fraksi
membentuk aturan tata kerja internal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Kemudian menurut Pasal
19 Peraturan Tata Tertib DPR, menjelaskan bahwa, “Dalam rangka memperlancar tugasnya, fraksi mengajukan usul anggaran dan
kebutuhan tenaga ahli kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk diteruskan kepada
BURT”.
Fraksi DPR memang
bukan alat kelengkapan Dewan. Namun dalam Peraturan Tata Tertib DPR tampak
bahwa peran fraksi adalah sangat penting. Fraksi bersifat mandiri dan dibentuk
dalam rangka optimalisasi pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang. Fraksi
bersifat mandiri dan dibentuk dalam rangka optimalisasi pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang DPR serta hak dan kewajiban Anggota DPR serta hak dan
kewajiban Anggota DPR. Sesuai dengan UU Parlemen Pasal 80, dalam mengoptimalkan
hal-hal tersebut, fraksi harus melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota
fraksinya dan melaporkannya kepada publik. Fraksi dapat dibentuk oleh partai
politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan
kursi DPR. (Faisal Djamal, Buku Panduan
tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen, Jakarta, Sekretariat Jenderal
DPR RI).
Posisi fraksi yang strategis tidak saja terkait dengan
proses pembahasan agenda DPR/DPRD tentang rencana kebijakan nasional semisal
dalam pembahasan rancangan undang-undang. Tetapi lebih dari itu, posisi fraksi
juga berperan terhadap proses penggunaan sarana pelaksanaan hak-hak DPR/DPRD
baik secara kelembagaan maupun setiap individu anggotanya, dalam setiap
menghadapi persoalan atau isu publik. Dengan sistem pembahasan agenda
DPR/DPRD yang bertumpu pada sikap fraksi, maka sukar diabaikan adanya pertimbangan
atas desain komposisi dan kekuatan anggota masing-masing fraksi, baik secara
aspek kuantitas maupun aspek kualitas para kader partai politik yang
mengisinya. (Restu Rahmawati,
2011, Dualisme Peran Anggota Dewan Sebagai Aktor
Intermediary (Studi Terhadap Fungsi
Politik Fraksi).
Kebijakan nasional dimaksud dikonsultasikan dan
dikoordinasikan dengan induk organisasi yaitu Partai Politik. Nantinya,
terdapat semacam garis kebijakan tertentu dari pihak DPP atau DPD/DPW sebagai
induk organisasi partai politik melalui fraksi yang harus dipatuhi para
anggotanya di DPR/DPRD dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai wakil
rakyat. Hal tersebut diatur dalam AD/ART partai yang memang mengharuskan adanya
ketentuan semacam itu.
Peranan fraksi secara politis tetap diperhitungkan
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan DPR untuk mengusulkan
pemberhentian kepala pemerintahan, adalah merupakan puncak dari peranan politik
fraksi. Tidak saja terkait usulan pemberhentian dan pengangkatan kepala pemerintahan,
tetapi fraksi juga berperan terhadap proses pengusulan nama calon Pimpinan
DPR/DPRD, dan pimpinan alat kelengkapan DPR/DPRD lainnya. Fraksi dengan
jumlah terbesarlah yang umumnya mendominasi posisi pimpinan di setiap pos yang
dinilai penting.
0 comments