Global Constitutionalism
Persamaan di depan hukum (equality before the law) bagi setiap warga negara adalah salah
satu dasar yang kuat dalam mewujudkan tatanan demokrasi dan kehidupan
internasional, hal ini berarti bahwa institusi atau organ yang memiliki
kekuasaan untuk menerapkan hukum, tidak boleh membuat perbedaan yang tidak
diakui oleh hukum.
Namun demikian, kebebasan dan kesetaraan
negara tampaknya akan menghasilkan manifestasi hukum dan politik yang berbeda
di tingkat nasional. Misalnya, sering kali ditemukan adanya interaksi antar negara
yang sering tidak setara dalam menanggapi sebuah kasus. Hal itu datang dari
gagasan bahwa negara yang berdaulat pada umumnya bebas bertindak sesuai
keinginannya, bagaimanapun, sesuai dengan hukum internasional, misalnya, pada
penerapan prinsip pacta tertiis nec
nocent nec prosunt, bahwa suatu negara tidak dapat terikat dengan
perjanjian internasional tanpa persetujuan mereka.
Pada titik ini, konstitusionalisme global (global constitutionalism) adalah sebuah gagasan
yang dapat dikatakan sebagai umbrella
concept yang menyatukan banyak ide atau kebijakan yang berbeda dalam skala
internasional, atau dalam arti sederhananya yaitu penerapan proses
konstitusional di tingkat global.
Dengan demikian, jika global constitutionalism dimaknai sebagai suatu proses
konstitusional pada tingkat internasional, pertanyaan yang kemudian muncul
adalah seperti apa bentuk proses yang saat ini terjadi, siapa yang
mengoperasikan proses ini, dan bagaimana mereka melakukannya?
Secara khusus, harus dicatat bahwa gagasan
masyarakat internasional secara tradisional mensyaratkan eksistensi negara yang
memiliki kepentingan dan nilai yang sama, sehingga dalam hal ini penerapan dari
proses global constitutionalism didasarkan
pada gagasan masyarakat internasional tentang negara-negara berdaulat.
Wiener, dkk dalam editorial buku Global constitutionalism: Human
rights, democracy and the rule of law (2012), menyebutkan
bahwa terdapat “tiga C” dalam penerapan global
constitutionalism, pertama, C1: Constitution, yang mana konstitusi dibentuk untuk menjaga agar
proses politik tetap berdasarkan norma-norma konstitusi. Kedua, C2: Constitutionalisation,
fenomena constitutionalisation pada skala global telah diamati
di lingkungan organisasi supranasional atau internasional, yang mana hal itu
mencerminkan kebutuhan untuk menempatkan peraturan yang yang sesuai dengan
konstitusi. Ketiga, C3: Constitutionalism, Sebagai konsep baru, global constitutionalism, telah berevolusi dari pengamatan yang lebih akrab tentang ‘modern constitutionalism’, ‘constitutionalism
beyond the state’, ‘post national
constitutionalism’ or ‘European constitutionalism’.
M Lutfi Chakim
0 comments