Sekilas tentang Korupsi
Korupsi secara etimologis menurut Andi Hamzah berasal dari bahasa
latin yaitu “corruptio” atau “corruptus” yang kemudian muncul
dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris dan Prancis yaitu “coruption”, dalam
bahasa Belanda “korruptie” yang selanjutnya muncul pula dalam
perbendaharaan bahasa Indonesia : korupsi, yang dapat berati suka di suap.
bahasa Indonesia : korupsi, yang dapat berati suka di suap.[1]
Korupsi juga berasal dari kata “corrupteia” yang berati “bribery” yang
berarti memberikan/menyerahkan kepada seseorang agar orang tadi berbuat untuk
keuntungan pemberi, atau juga berarti seducation yang berarti sesuatu yang
menarik untuk seseorang berbuat menyeleweng.[2]
Berdasarkan Black’s Law Dictionary, korupsi
adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan
yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan
jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan
suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain.[3]
Korupsi menurut David H. Bayley (didasarkan pada webster’s Third New
International Dictionary) adalah perangsang (seorang pejabat pemerintah)
berdasarkan iktikad buruk misalnya suap) agar melakukan pelanggaran
kewajibannya.[4]
Dalam pengertian yuridis sebagaimana ditegaskan
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dikatakan bahwa, korupsi adalah :
Pasal 2 ayat (2), Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Pasal 3, Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Rumusan pengertian mengenai korupsi tersebut di atas
terlihat bahwa korupsi pada umumnya merupakan kejahatan yang dilakukan oleh
kalangan menengah ke atas, atau yang dinamakan dengan White Collar Crime yaitu
kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berkelebihan kekayaan dan dipandang
“terhormat”, karena mempunyai kedudukan penting baik dalam pemerintahan atau di
dunia perekonomian.[5]
Selaras dengan pendapat di atas, menurut Indriyanto Seno Adji, bahwa tak
dapat dipungkiri korupsi merupakan White Collar Crime dengan perbuatan
yang selalu mengalami dinamisasi modus operandinya dari segala sisi sehingga
dikatakan sebagai invisible Crime yang penanganannya memerlukan
kebijakan hukum pidana.[6]
Mengenai tindakan yang termasuk kategori tindak
pidana korupsi, Carl J. Friesrich berpendapat
bahwa:[7]
pola korupsi
dapat dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk
melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab
melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh
undang-undang; membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang
menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan
umum.
[1] . Andi Hamzah, 1995,
Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal.135.
[2] . Hermien
Hadiati Koeswadji, 1994, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan
Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 32.
[3] . Rohim, 2008, Modus
Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Depok, hal. 2.
[4] . Mochtar Lubis
& James C. Scott, 1995, Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta, hal. 86.
[5] . Sudarto, 1977,
Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hal.102.
[6] . Indryanto
Seno Adji, 2006, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Diadit
Media, Jakarta, hal. 374.
[7] . Martiman
Prodjohamidjojo, 2009, Penerapan Pembuktian dalam Delik Korupsi, Mandar Maju,
Bandung, hal. 9.
0 comments