PRINSIP PROPORSIONALITAS
Artikel berikut telah diterbitkan di Rubrik Kamus Hukum Majalah Konstitusi, No 139 September 2018
Prinsip proporsionalitas (the principle of proportionality) pertama kali dikembangkan dalam Hukum Administrasi Jerman pada dekade terakhir abad ke-19, dimana prinsip tersebut diterapkan terhadap tindakan polisi yang membatasi hak dan kebebasan individu. Dalam melegitimasi tindakannya tersebut, polisi membutuhkan sebuah landasan hukum. Dengan demikian, prinsip proporsionalitas muncul sebagai dasar terhadap tindakan aparat negara yang membatasi hak dan kebebasan individu, dalam arti tindakan pembatasan itu dianggap sah sepanjang berdasarkan hukum dan memiliki tujuan yang dibenarkan oleh hukum.
Mahkamah Konstitusi Federal Jerman kemudian memperluas syarat penerapan prinsip proporsionalitas dalam penanganan perkara constitutional review, dimana prinsip proporsionalitas digunakan sebagai upaya untuk, pertama, test of suitability, yaitu menilai apakah ukuran yang dirancang untuk memenuhi tujuan legislatif secara rasional. Dalam penanganan perkara constitutional review, dilakukan untuk menentukan sejauh mana perlindungan hak individu dan tujuan yang yang ingin dicapai dengan cara pembatasan hak dan kebebasan individu benar-benar sesuai dan tidak bertentangan dengan konstitusi.
Kedua, a test of necessity, yaitu untuk menilai apakah tindakan pembatasan tersebut memang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan. Mekanisme ini untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah tidak ada alternatif lain yang tersedia dan dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tanpa membatasi dari kepentingan yang dilindungi, dalam arti mekanisme pembatasan tersebut harus sama efektifnya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Ketiga, abalancing test, ketika mencapai tahap ini berarti telah ditetapkan bahwa terdapat konflik antara hak individu dengan kepentingan lain yang tidak dapat diselesaikan dengan cara lain selain membatasi hak individu. Mekanisme ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah tindakan aparat negara dibenarkan mengingat terdapat hak individu yang akan dilanggar. Oleh karena itu, keduanaya baik antara pembatasan hak indiviu dan tujuan yang ingin dicapai oleh negara harus “seimbang” satu sama lain.
Diadopsinya tiga syarat di atas jelas ditujukan untuk pemahaman yang lebih baik dalam menangani dan memutus perkara constitutional review. Oleh karena itu, berdasarkan syarat tersebut, di Jerman, sebuah undang-undang dianggap konstitusional jika (1) memiliki tujuan yang sah, (2) sesuai (tidak bertentangan dengan konstitusi), (3) diperlukan untuk mencapai tujuan, dan (4) mengandung keseimbangan yang tepat antara hak fundamental dan tujuan yang ingin dicapai oleh hukum.
Sedangkan praktik di negara lain, sebagai contoh di Korea, ketentuan yang mengatur tentang prinsip proporsionalitas secara jelas diatur dalam konstitusi Korea, Pasal 37 (2) Konstitusi Korea pada pokoknya menyatakan bahwa kebebasan dan hak warga negara dapat dibatasi oleh hukum hanya jika diperlukan untuk keamanan nasional, pemeliharaan ketertiban umum atau untuk kesejahteraan publik.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi Korea dalam menerapkan uji proporsionalitas (proportionality test) pada penanganan perkara constitutional reviewmelakukan beberapa langkah untuk menilai apakah sebuah undang-undang konstitusional atau tidak, yaitu: (1) sebuah undang-undang harus memiliki tujuan yang sah, (2) cara (pembatasan) hak individu yang dilakukan tidak bertentangan dengan konstitusi atau sesuai dengan tujuan hukum yang ingin dicapai, dan (3) kepentingan publik yang dilindungi oleh hukum harus lebih besar daripada tindakan yang melanggar hak warga negara.
Mahkamah Konstitusi di banyak negara menggunakan tes proporsionalitas dalam menangani perkara constitutional reviewbaik sebagai prinsip konstitusi atau alat analisis, dengan kriteria dan model yang bervariasi. Namun demikian, dalam praktik penerapan prinsip proporsionalitas terkadang masih menimbulkan kontroversi di banyak negara, bahkan sampai muncul kritik terhadap penerapan prinsip proporsionalitas itu sendiri.
0 comments