PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA
Menurut
Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga ) macam, yaitu :[1]
1. Perlindungan
ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup,
termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan
sosial, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja,
dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. perlindungan
teknis, yaitu : perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan
kerja.
Berdasarkan
objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus pekerja/buruh perempuan, anak dan
penyandang cacat sebagai berikut :
1. Perlindungan
pekerja/buruh Anak
a. Pengusaha
dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68), yaitu setiap orang yang berumur dibawah
18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 nomor 26).
b. Ketentuan
tersebut dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai 15
tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dari kesehatan fisik, mental dan sosial (Pasal 69 ayat( 1)).
c. Pengusaha
yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
·
Ijin tertulis dari orang tua/wali.
·
Perjanjian kerja antara orang tua dan
pengusaha
·
Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam
·
Dilakukan pada siang hari dan tidak
mengganggu waktu sekolah.
·
Keselamatan dan kesehatan kerja
·
Adanya hubungan kerja yang jelas
·
Menerima upah sesuai ketentuan yang
berlaku.
d. Dalam
hal anak dipekerjakan bersama-sama pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak
harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa (Pasal 72).
e. Anak
dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya (Pasal 73).
f. Siapapun
dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan yang buruk, tercantum dalam Pasal 74
ayat (1). Yang dimaksud pekerjaan terburuk seperti dalam Pasal 74 ayat
(2),
yaitu :
·
Segala pekerjaan dalam bentuk pembudakan
atau sejenisnya.
·
Segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman
keras,narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
·
Segala pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi,
pertunjukan porno, perjudian.
·
Segala pekerjaan yang membahayakan
kesehatan, keselamatan atau moral anak.
2. Perlindungan
Pekerja/Buruh Perempuan
Pekerjaan
wanita/perempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
1.
Pekerjaan perempuan yang berumur kurang
dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00 pagi.
2.
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kandungannya maupun dirinya, bila bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 pagi,
3.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagiwajib :
a. Memberikan
makanan dan minumanbergizi
b. Menjaga
kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
4.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 pagi wajib menyediakan
antar jemput.
5.
Tidak mempekerjakan tenaga kerja
melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh)
jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 8 (delapan) jam
sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam
seminggu.
6.
Bila pekerjaan membutuhkan waktu yang
lebih lama, maka harus ada persetujuan dari tenaga kerja dan hanya dapat dilakukan
paling banyak 3 (tiga) jam dalam sehari dan 14 (empat belas) jam dalam
seminggu, dan karena itu pengusaha wajib membayar upah kerja lembur untuk kelebihan
jam kerja tersebut. Hal ini merupakan ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan
ayat (2).
7.
Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat
yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang meliputi waktu istirahat untuk:
· Istirahat
antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja
· Istirahat
mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua)
hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.
· Cuti
tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas hari kerja setelah tenaga kerja
bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
· Istirahat
panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan apabila tenaga kerja telah bekerja
selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan tenaga kerja tersebut tidak berhak lagi istirahat tahunannya dalam 2
(dua) tahun berjalan.
8.
Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa
hak khusus sesuatu dengan kodrat kewanitaannya, yaitu :
· Pekerja
wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua
(Pasal 81 ayat (1))
· Pekerja
wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan
dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan
(Pasal 82 ayat (1))
· Pekerja
wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan
sesuai ketentuan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 (2))
· Pekerja
wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83)
· Pekerja
wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh (Pasal 84).
Perlindungan
kerja terhadap tenaga kerja/buruh merupakan sesuatu yang mutlak dalam
pemborongan pekerjaan, hal ini sesuai dengan KEPMENAKERTRANS No.
KEP-101/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja/buruh. Setiap pekerjaan yang diperoleh perusahaan dari perusahaan
lainnya, maka kedua belah pihak harus membuat perjanjian tertulis yang memuat
sekurang-kurangnya :
1. Jenis
pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa;
2. Pengesahan
bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja
yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang
dipekerjakan perusahaan penyedia jasa, sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan,
syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya, untuk jenis-jenis pekerjaan
yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam terjadi penggantian
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. (Pasal 4)
[1] Abdul khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, (Jakarta : Citra Aditya Bakti 2003), hlm. 61- 62
0 comments