Perlindungan Hukum dan Hak-Hak TKI di Luar Negeri Melalui PJTKI dan Non PJTKI
Perlindungan hukum terhadap TKI dilaksanakan mulai
dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan. Pra
penempatan adalah kegiatan :[1]
1) pengurus
Surat Izin Pengerahan (SIP);
2) perekrutan
dan seleksi;
3) pendidikan
dan pelatihan kerja;
4) pemeriksaan
kesehatan dan psikologi;
5) pengurusan
dokumen;
6) uji
kompetensi;
7) pembekalan
akhir pemberangkatan (PAP)
8) pembuatan
perjanjian kerja;
9) masa
tunggu di perusahaan, dan
10) pembiayaan.
Berdasarkan perlindungan hukum terhadap TKI baik
pada pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan sebagaimana diuraikan
di atas, berdasarkan analisis merupakan bentuk perlindungan hukum dari aspek
hukum administrasi dan aspek hukum pidana. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan
dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI
di Luar Negeri.
1.
Aspek Perlindungan Hukum
Administrasi
Aspek perlindungan hukum administrasi di sini adalah
meliputi pembinaan administratif, pengawasan administratif dan sanksi
administratif. Pembinaan Administratif diatur dalam Pasal 86 s/d Pasal 91,
sedangkan Pengawasan Administratif diatur dalam Pasal 92 dan 93, dan sanki
administratif di atur dalam Pasal 100 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 yaitu:
Pasal
86 :
(1) Pemerintah
melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berkenaan dengan
penyelenggaraan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
(2) Dalam
melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
mengikutsertakan pelaksana penempatan TKI swasta, organisasi dan/atau
masyarakat.
(3) Pembinaan
sebagaimana dimaksuda pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara terpadu
dan terkoordinasi.
Pasal
87 :
Pembinaan
oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, dilakukan dalam bidang:
a. informasi;
b. sumber
daya manusia dan
c. perlindungan
TKI.
Pasal
88
Pembinaan
oleh Pemerintah dalam bidang informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87
huruf a, dilakukan dengan :
a. membentuk
sistem dan jaringan informasi yang terpadu mengenai pasar kerja luar negeri
yang dapat diakses secara meluas oleh masyarakat;
b. memberikan
informasi keseluruhan proses dan prosedur mengenai penempatan TKI di luar
negeri termasuk risiko bahaya yang mungkin terjadi selama masa penempatan TKI
di luar negeri.
Pasal
89
Pembinaan
oleh Pemerintah dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 huruf b, dilakukan dengan :
a. meningkakan
kualitas keahlian dan/atau keterampilan kerja calon TKI/TKI yang akan
ditempatkan di luar negeri termasuk kualitas kemampuan berkomunikasi dalam
bahasa asing;
b. membentuk
dan mengembangkan pelatihan kerja yang sesuai dengan standar dan persyaratan
yang ditetapkan.
Pasal
90
Pembinaan
oleh Pemerintah dalam bidang perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 huruf c, dilakukan dengan :
a. memberikan
bimbingan dan advokasi bagi TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan dan
purna penempatan;
b. memfasilitasi
penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI dengan Pengguna dan/atau
pelaksana penempatan TKI;
c. menyusun
dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara berkala
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. melakukan
kerja sama internasional dalam rangka perlindungan TKI sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
91 :
1) Pemerintah
dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam
pembinaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri;
2) Penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang,
dan/atau bentuk lainnya.
Pasal
92 :
(1) Pengawasan
terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pengawasan
terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
dilaksanakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
(3) Pelaksanaan
pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
93
(1) Instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan
terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di
daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri.
(2) Ketentuan
mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri.
Sanksi administratif dalam Undang-undang No. 39
Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Lur Negeri, dalam Pasal
100 ayat (2) menyebutkan bahwa :
Sanksi
administratif berupa :
a. peringatan
tertulis;
b. penghentian
sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan TKI;
c. pencabutan
izin;
d. pembatalan
keberangkatan calon TKI; dan/atau
e. pemulangan
TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri.
2.
Aspek Perlindungan Hukum Pidana
Aspek hukum pidana dalam kaitannya dengan sanksi
pidana dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri adalah asas kepastian hukum (legalitas), asas
pencegahan dan asas pengendalian.
Asas legalitas (principle of legality), yang
di dalamnya terkandung asas kepastian hukum dan kejelasan serta ketajaman dalam
merumuskan peraturan dalam hukum pidana, khususnya sepanjang berkaitan dengan
perumusan pasal dan sanksi yang perlu dijatuhkan agar si pelaku mentaati
normanya. Asas pencegahan (The Precautionary principle), yaitu apabila
terjadi bahaya atau ancaman terjadinya pelanggaran yang serius dan irreversible,
maka kekurangsempurnaan suber daya manusia dapat dijadikan alasan untuk
menunda dan memperbaiki sistem penempatan TKI ke Luar Negeri.
Asas pengendalian (principle of restraint) yang
juga merupakan salah satu syarat kriminalisasi, yang menyatakan bahwa sanksi
pidana hendaknya baru dimanfaatkan bahwa sanksi –sanksi perdata dan
administrasi dan sarana-sarana lain ternyata tidak tepat dan tidak efektif
untuk menangani tindak pidana tertentu. Dalam hukum pidana dalam hal ini
dikenal asas subsidiaritas atau ultima ratio principle atau ultimum
remedium.[2]
Aspek
hukum pidana dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri, diatur dalam Bab XIII Pasal 102 s/d 104.
Pasal
102 :
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap
orang yang :
a. menempatkan
warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4;
b. menempatkan
TKI tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; atau
c. menempatkan
calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30.
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal
103 :
(1) Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:
a. mengalihkan
atau memindahtangankan SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
b. mengalihkan
atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33;
c. melakukan
perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35;
d. menempatkan
TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45;
e. menempatkan
TKI tidak memeuhi persyaratan kesehatan dan psikologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50;
f. menempatkan
calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51;
g. menempatkan
TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68; atau memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak
manusiawi selama masa di penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat
(3).
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal
104
(1) Dipidana
dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu)
tahun dn/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang :
a. menempatkan
TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 24;
b. menempatkan
TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis
dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
c. mempekerjakan
calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46;
d. menempatkan
TKI di Luar Negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64; atau
e. tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang
telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67.
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikatehui bahwa
tindak pidana pidana sebagaimana di atas adalah berupa kejahatan (Pasal 102 dan
103) dan pelanggaran (Pasal 104). Kejahatan sebagaimana Pasal 102 dan 103 dan
Pelanggaran sebagaimana Pasal 104 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 ditujukan
kepada setiap orang terutama ditujukan kepada PJTKI yang merupakan pelaksana
penempatan TKI ke luar negeri.
Upaya-upaya
Yang Dilakukan Dalam Perlindungan Hukum TKI di Luar Negeri Yang Dikirim PJTKI
dan Non PJTKI
Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan,
dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk meningkatkan upaya
perlindungan TKI di luar negeri Pemerintah berkewajiban : a) menjamin
terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana
penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri, b) mengawasi pelaksanaan
penempatan calon TKI, c) membentuk dan mengembangkan sistem informasi
penempatan calon TKI di luar negeri, d) melakukan upaya diplomatik untuk
menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan,
dan e) memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan,
penempatan dan purna penempatan (Pasal 5 s/d 7 Undangundang No. 39 Tahun 2004
Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri).
Disnakertrans
dalam perlindungan TKI baik pada pra penempatan, masa penempatan dan purna
penempatan :
a. Pra
penempatan :
·
Memberikan pengarahan kepada Calon TKI
untuk mendaftar lewat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Grobogan
atau Cabang PJTKI yang mempunyai Ijin/rekomendasi Rekrut di Kabupaten Grobogan.
·
Memberikan pembekalan awal
pemberangkatan kepada Calon TKI yang akan diberangkatkan ke tempat penampungan.
b. Pada
Masa penempatan :
Apabila
terjadi masalah Disnakertrans selalu Koordinasi kepada PJTKI yang
memberangkatkan, sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan.
c. Pada
Masa Purna Penempatan :
Memberikan
pembinaan kepada TKI yang sudah pulang agar hasil yang didapat dari luar negeri
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya, demi masa depan
keluarga mereka.
Selama
ini, upaya perlindungan TKI di Luar Negeri, yang dilakukan oleh Disnakertrans
antara lain adalah proses penyelesaian masalah TKI di dalam Negeri, alur
pengajuan claim asuransi, pengiriman uang TKI (Program Remittance), dan
perpanjangan perjanjian kerja. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada
bagan berikut ini.
[1] Lihat Pasal 31, 55, 70, dan 76 Undang-undang No. 39
Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
[2] Muladi, Prinsip-Prinsip dasar Hukum Pidana
Lingkungan Dalam Kaitannya Dengan Undang - Undang No. 23 Tahun 1997 (Semarang
: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga Penelitian
Universitas Diponegoro, 1997), halaman 9.
0 comments